pesan terakhir yang disampaikan oleh kontak bernama kecil tersebut berhasil membuat tobio buru-buru meninggalkan kamarnya. derap langkahnya yang begitu ribut tentu membuat sang kakak perempuan yang tengah bersantai di ruang keluarga menegurnya keras. akan tetapi, lelaki yang sedang berulang tahun itu nampak tak acuh, sebab satu-satunya hal yang ingin dilakukannya saat itu hanyalah meninggalkan bangunan rumah dan temui si kecil.
dinginnya angin malam beserta salju yang turun malam itu tidak membuatnya gentar untuk pergi keluar. abai pada kenyataan bahwa dirinya hanya kenakan hoodie maupun celana piyama, bungsu keluarga kageyama tersebut bergegas beranjak menuju gerbang rumahnya yang sudah terkunci.
selepas berhasil membukanya, tobio langsung menemukan kecil-nya di sana.
si kecil atau shouyo, lelaki yang sedari tadi ditunggunya, nampak begitu menggemaskan dengan balutan hoodie yang ia padukan dengan winter padding coat berwarna senada. surai jingganya yang agak gondrong tertutupi tudung coat-nya, buat wajahnya yang bulat semakin terlihat lucu karenanya. kedua pipi gembil dan hidungnya memerah, sedang belah bibir sewarna persiknya sibuk mengulum lollipop stroberi kesukaannya. dua manik madunya mengerjap cepat, terkejut setengah mati karena tidak mengira tobio akan menemuinya secepat itu.
“cepat banget,” shouyo bergumam. “aku pikir kamu masih poop.”
tobio mengendik tak acuh. “udah selesai daritadi,” responnya. “pas kamu bilang di bawah, aku lagi main sama mika-chan.”
tobio tidak berbohong. sebelum shouyo mengirim pesan yang menyebutkan bahwa dirinya tengah menunggu tobio, hal yang kala itu dilakukannya adalah berkencan dengan bola voli kesayangan yang ia panggil mika-chan. ia sudah menuntaskan hasrat buang air besarnya sedari lama, bahkan jauh sebelum shouyo menghubunginya lagi.
“kamu bilang hari ini mau pergi ke rumah nenek,” tobio memasang raut bingung. “kenapa malah ke sini?”
“aku memang mau pergi, kok. itu mobil ayahku lagi nunggu di depan gang rumah kamu,” jawabnya sambil terus mengulum lollipop. “tadinya mau masuk ke sini, tapi keluar parkirnya susah. jadi, aku minta ayah, bunda, sama natsu tunggu di sana.”
tobio mengangguk pelan, “mau masuk sebentar? biar aku siapkan bekal roti isi dan teh hangat buat perjalanan kamu.”
“makasih tawarannya. tapi, sebelum ke sini aku dan natsu udah ke toserba duluan,” sepasang tangan mungil berselimut winter gloves terulur. coba serahkan kotak besar berhiaskan pita yang dibawanya kepada tobio. “aku ke sini cuma buat ngasih kamu ini.”
“aku bilang ‘kan enggak perlu kado.”
“jadi enggak mau nih?”
tobio berdecak, “bukan begitu, aku takut ngerepotin kamu.”
“halah,” shouyo ikut berdecak. “biasanya juga ngerepotin.”
tobio mencebikkan bawah bibir, tidak terima atas tuduhan tersebut. akan tetapi, lelaki satunya nampak tak acuh sebab kenyataannya memang benar demikian.
“mending kamu lihat dulu deh kadonya,” shouyo memberi saran. “kalau enggak suka, nanti aku ambil lagi.”
tobio mendelik, “enak aja, ini punyaku.”
“ya, ya, terserah,” manik madu itu memutar malas. “cepet buka.”
layaknya bocah berumur lima tahun, tobio lantas membuka kotak tersebut dengan bersemangat. jantungnya luar biasa berdebar, dalam hati sibuk menerka-nerka kado apa yang sudah dipersiapkan si kecil pada hari itu.
kemudian ketika manik safirnya menemui beberapa cupcakes lucu berhiaskan frosting galaksi di atasnya, tobio tidak dapat menahan diri mengulas senyum lebar karenanya. terlebih usai mendapati secarik post-note bertuliskan “have a wonderful birthday, gantengku. i woof you” pada penutup kotak, tobio tidak tahan untuk menguraikan kekeh kecilnya.
lelaki yang menjabat sebagai vice captain dalam klub voli itu lantas dongakkan kepala, ditatapnya teduh si kecil yang sibuk menahan semu malu. akan tetapi, usaha yang dilakukannya terlihat sia-sia. sebab, tobio masih bisa melihat dengan jelas bagaimana wajah menggemaskannya perlahan menjadi tomat. pun dengan pergerakan matanya yang sibuk menatap sana-sini, mati-matian hindari tatapan lekat yang setia tobio layangkan untuknya.
“kamu buat sendiri?”
shouyo mengangguk kecil.
“kayaknya kamu pernah bilang paling enggak suka baking,” tobio menutup kotak berisi kue tersebut. “kenapa tiba-tiba belajar baking?”
“pengen aja,” shouyo menatapnya sinis. “emang kenapa, sih? enggak suka aku kasih begituan? kalau enggak suka sini kembaliin! biar aku makan sendiri!”
“aku enggak bilang begitu, sayang,” tobio tertawa. “cuma tiba-tiba kepikiran aja. kamu bikin kue kayak begini bukan karena cemburu sama temennya yachi, ‘kan?”
shouyo mendelik lucu, “enggak lah! ngapain juga!”
“kali aja,” tobio mengendik. “siapa tahu kamu diem-diem cemburu karena aku bilang suka sama cupcakes buatannya.”
mendengarnya, lelaki bermarga hinata tersebut hanya menatapnya nyalang dengan bibir mencebik. kulumannya pada lollipop di mulut terhenti, ia sudah terlampau malas melakukan apapun karena kejengkelannya.
reaksinya tersebut tentu hadirkan tawa geli dari tobio. satu tangannya terulur ke depan, berhati-hati dibawanya tubuh berbalut padding tebal itu ke dalam dekapan hangat. buat tubuh mungil sulung keluarga hinata tersebut lantas berakhir tenggelam pada tubuh jangkungnya.
“jangan ngambek,” tobio membujuk halus. “aku cuma mau ngehargain kerja keras dia aja. maaf kalau sampai bikin kamu bete dan akhirnya repot-repot bikin kue juga. aku minta maaf ya, sayang.”
shouyo menggerung dalam pelukannya, “kamu ngapain minta maaf, sih. ngeselin.”
“gemesnya,” tobio menunduk dan menyium puncak kepalanya yang tertutupi tudung. “omong-omong, makasih banyak buat hadiahnya. cantik banget penampilannya, kayak kamu.”
“aku cowok, bego. mana ada cantik,” shouyo melonggarkan pelukan mereka tanpa melepas kalungan lengannya pada pinggang tobio. “masuk sana, kepalamu daritadi kena salju.”
tobio tersenyum kecil, “mau berangkat sekarang, ya?”
“eum, soalnya ayah ngejar agar kami bisa istirahat di rest area tengah malam nanti,” tanpa melepas batang lollipop di mulutnya, shouyo menyengir manis. “happy birthday, bio. i woof you so much — berbahagia terus, ya?”
senyum lelaki bermarga kageyama kian melebar. tanpa ragu, ia menundukkan kepala dan mengecup keningnya yang terhalangi surai halus.
“i woof you the most, shouyo. makasih untuk semuanya, ya,” bisiknya. “aku sayang kamu.”
sepasang lelaki tersebut lantas menutup percakapan mereka dengan pelukan yang terasa lebih erat dan lebih hangat. selepas meninggalkan kecupan ringkas pada puncak kepala si kecil, tobio lantas melepaskan anak itu agar bisa menyusul keluarganya di ujung gang. niatnya untuk ikut mengantar kepergian shouyo malam itu pupus sebab lelaki terkecil berkata bahwa dirinya tidak mau menahan tobio lebih lama mengingat pakaian tipis yang dikenakannya. oleh karena itu, tobio memutuskan memerhatikan kepergiannya dari gerbang rumahnya.
namun belum ada lima langkah kepergiannya, lelaki yang tobio kencani sejak musim panas tahun lalu itu berbalik. dengan tergesa, shouyo kembali menghampiri tobio yang sudah memasang raut bingung.
“lho, kenapa ba — ”
batang lollipop dimulutnya ia tarik. dengan kedua kaki yang berjinjit, shouyo meraih paras tampan tobio, lalu akhirnya memotong pertanyaan yang hendak tobio lemparkan dengan satu kecupan di bibirnya.
“ — huh?”
tobio melotot, sedang shouyo lagi-lagi menjelma menjadi tomat.
“kue itu bukan hadiahnya…,” cicitnya malu-malu. “… yang tadi baru hadiahnya.”
tanpa menunggu respon yang diberikan tobio, si kecil langsung berderap pergi begitu saja. tinggalkan tobio yang masih sibuk merasakan debaran hebat di dada serta ribuan kupu-kupu yang sudah melesat ke sana-sini di dalam perutnya.
sial, tobio mau lagi.